Selasa, 26 Oktober 2021

MENIKAH (Part III) Resign dari Pekerajaan

Tepat 2 hari setelah anak saya didiagnosa achondroplasia, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan. Pikiran yang stres dan bercabang kemana-mana membuat saya tidak fokus bekerja. Saya sudah memikirkan hal ini matang-matang setelah membicarakan dengan kedua orang tua dan suami. Saya ingin fokus mengasuh dan membesarkan anak saya. Siapa yang tau kedepannya akan seperti apa. Saya masih berharap kalau anak saya akan tumbuh normal walaupun tidak menjadi anak yang tinggi. Saya berfikir bagaimana jika suatu saat nanti anak saya memiliki kebutuhan dan saya tidak ada disampingnya. Saya juga berfikir kalau saya egois jika meninggalkan anak bersama pengasuh. Mungkin bagi saya, saya punya dunia sendiri, tapi bagi anak saya, saya sadar bahwa saya adalah dunianya.

Setelah berhenti bekerja, saya ditemani pengasuh anak saya, ibu T bersama-sama merawat anak saya. Ibu T datang kerumah dan bekerja membantu mengasuh anak saya sekaligus membantu pekerjaan rumah tangga. Ibu T datang pukul 07 pagi dan pulang pukul 15:00. Ibu T adalah tetangga saya.

Kegiatan kami saat ini setiap harinya mengasuh anak saya. Pukul 09:00 saya menjemur anak selama lebih kurang 30 menit, setelah itu saya memandikan anak dan ibu T bersih-bersih rumah. Setelah anak saya mandi dan saya susui, ibu T mengasuh anak dan saya berwudhu untuk Sholat Dhuha dan Sholat Hajat. Saya tidak pernah putus asa untuk mendoakan anak saya, berharap adanya keajaiban dari Allah jika kita terus berharap tanpa lelah.  Saya percaya doa seorang ibu mampu menembus langit. Saya percaya Allah akan mengabulkan doa hambanya. Siangnya, saya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti nyetrika baju, mencuci, ya kegiatan sehari-hari. Alhamdulillah anak saya sangat baik, jarang rewel apalagi menangis. Yang penting ASI selalu ada.

Awalnya memang canggung karena terbiasa pergi bekerja tapi tiba-tiba sekarang hanya dirumah saja, namun saya ambil hikmahnya dari menjadi ibu rumah tangga. Saya lebih fokus mengasuh anak dan melihat perkembangannya dari hari ke hari. Selain itu saya juga merasa lebih dekat dengan Allah karena bisa lebih banyak dan lebih fokus beribadah. Semoga kedepannya akan ada keajaiban dari Allah :)


Kamis, 21 Oktober 2021

MENIKAH (Part II) Anak Pertamaku didiagnosa Achondroplasia

Setelah semua acara dari akad, babako hingga resepsi berjalan dengan lancar, kami mulai memasuki kehidupan berumah tangga yang sesungguhnya...

Bulan pertama kami lalui cukup berat karena kehabisan uang tabungan, sementara suami sakit demam tinggi hingga harus berobat bolak balik ke daerah tempatnya bekerja. Bahkan kami pernah pergi siang dan pulangnya tengah malam karena membawa suami berobat tradisional di daerah tempatnya bekerja. Disana suami diberi minuman dan muntah-muntah yang kata orangnya suami saya kena kerjaan dari orang lewat ghaib. Saya tidak mengerti akan hal-hal mistis seperti itu tapi melihat suami saya muntah-muntah dan demam saya jadi tak tega. Saya terus merawatnya dan mendampinginya untuk sembuh.

Memasuki bulan kedua, saya belum hamil. Lalu senior saya memberi tahu bahwa kalau ingin cepat hamil coba USG dulu, lihat keadaan rahim. Kalau aman, bisa dibantu dengan minum asam folat dan vitamin E untuk membantu mempercepat kehamilan. Serta dibantu dengan makan makanan sehat dan kurangi junkfood agar keadaan rahim sehat.

Alhamdulillah di bulan ketiga pernikahan saya terlambat datang bulan, sempat merasa demam dan tidak enak badan selama seminggu sebelumnya, saya merasa ada sesuatu yang berbeda dengan tubuh saya. Saat itu sepulang dinas malam saya memberanikan diri membeli alat tes kehamilan. Sampai di rumah, mama saya menganjurkan untuk langsung saja periksa. Saat hasilnya positif, saya dan mama sangat bahagia. Sorenya, saat suami saya pulang bekerja, dia melihat alat tes kehamilan saya dan dia pun bertanya "Ini apa?". Dengan tersenyum bahagia saya menjawab "ika hamil, tadi pagi tes dan hasilnya positif". Suami pun dengan santainya menjawab "Rajin mengaji ya, ada anak yang bakal dengar". Saya pun tersenyum bahagia. Beberapa hari setelahnya saya juga memberitahukan kabar bahagia ini kepada adik saya dan mama juga memberitahukan kehamilan saya kepada papa. Alhamdulillah kedua orang tua saya bersyukur tidak lama lagi akan memiliki cucu. Saya pun bernazar untuk infaq setiap bulan hingga bulan persalinan tiba sebanyak Rp.100.000/bulan. Alhamdulillah nazar ini terus saya laksanakan hingga bulan kelahiran anak saya di Agustus 2021.

Di trimester awal kehamilan, semua berjalan lancar. saya tetap bekerja hanya saja lebih berhati-hati dan tidak mengangkat yang berat. Mual dan muntah yang saya alami cukup berat. Suami dan kedua orang tua terus mendukung kehamilan ini. Sepulang bekerja suami sering membeli buah untuk saya, begitu juga mama yang sering memasak masakan yang bergizi. Tak lupa saya pun mulai mengkonsumsi vitamin hamil. Memang saya tidak mengkonsumsi susu hamil karena saya tidak menyukai susu. Apalagi dalam keadaan mual dan muntah, rasanya setiap melihat susu mual dan muntah semakin menjadi-jadi. Saya terus dan tetap memaksakan diri untuk makan walaupun akhirnya muntah. Saya pun mulai melakukan pemeriksaan kehamilan di usia kehamilan 8 minggu. Saya mendengar denyut jantung anak untuk pertama kali. Tidak ada perasaan paling bahagia di dunia ini selain bisa melihatnya tumbuh sehat. Saya merekam denyut jantungnya dengan hp dan mengirimnya ke suami. Kami merasa sangat bahagia dan bersyukur anak kami sehat.

Memasuki trimester dua, Alhamdulillah nafsu makan saya membaik. Saya tidak ikut berpuasa di bulan Ramadhan karena perut saya tidak tahan dengan lapar, sehingga saya memilih untuk mengganti puasa dengan membayar fidyah. Saya melakukan pemeriksaan USG rutin setiap bulan di rumah sakit tempat saya bekerja. Alhamdulillah dari hasil pemeriksaan semua berjalan lancar. 

Di usia kehamilan 24 mg, saya melakukan pemeriksaan USG di rumah sakit tempat saya bekerja dengan dokter spesialis obgyn, dr. R dan hasilnya jenis kelamin anakku laki-laki dan semua dalam keadaan normal. Taksiran berat anak 1100 gr.

Di usia kehamilan 27-28 mg, saya melakukan pemeriksaan USG 4D ke praktek dokter obgyn, dr.E. Beliau mengatakan semua hasilnya baik, tasiran berat anak 1900 gr. hanya saja ketuban saya cukup banyak. Di usia kehamilan 7 bulan ini saya mulai mempersiapkan perlengkapan untuk calon anak laki-laki saya. Ditemani suami dan mama, saya mulai membeli apa yang kira-kira dibutuhkan oleh anak saya saat lahir nanti. Mulai dari pakaian, peralatan mandi dan semuanya bertahap mulai saya beli. Di usia kehamilan ini pun perut saya sering terasa tegang dan keras, namun waktunya tidak lama dan juga tidak sering. Kata dokter jika kontraksi, dianjurkan untuk beristirahat.

Usia kehamilan 32 mg, saya kembali melakukan pemeriksaan USG di rumah sakit tempat saya bekerja dengan dokter spesialis obgyn, dr. R. Namun karena dokternya berhalangan hadir, saya diperiksa oleh residennya. Dan hasilnya pun semua masih baik-baik saja. Taksiran berat anak 2400 gr.

Di usia kehamilan 36-37 mg, saya kembali melakukan pemeriksaan USG 4D ke praktek dokter obgyn, dr.E. Karena suami bekerja dan terlambat pulang, kami pun terlambat mendapat nomor antrian dan akhirnya kami diperiksa pukul 22:30. Memang sudah cukup malam tapi karena ingin memeriksakan keadaan anak, kami tetap menunggu antrian. Hasilnya menurut dokter semua baik, hanya saja ketuban masih cukup banyak dan agak keruh. Taksiran berat anak 2900 gr. Kontraksi semakin sering dan semakin sakit. Dokter pun menyarankan untuk tetap mengikuti prosesnya jika ingin melahirkan secara normal. Karena ketuban agak keruh, saya disarankan oleh ipar untuk minum air kelapa muda. Saya minum 1x setiap hari, suami dan papa selalu membeli dan menyiapkan untuk saya.

Tibalah di usia kehamilan 38 mg, saya kembali melakukan pemeriksaan USG di rumah sakit tempat saya bekerja dengan dokter spesialis obgyn, dr. R. Saat diperiksa, tiba - tiba ada sesuatu yang mengganjal. Didapatkan hasil bahwa lengan dan paha anak saya pendek, tidak sesuai usia kehamilan. Seharusnya saya hamil 9 bulan tapi dari pengukuran lengan dan paha janin anak saya pendek seperti usia 7 bulan. Karena ragu, dr.R menyarankan saya untuk USG fetomaternal ke RSUP kota saya. Saya pun segera berangkat ke RSUP setelah menghubungi orang tua saya, suami pun saya hubungi dan kebetulan sudah jalan pulang, suami pun menyusul ke RSUP.

Tiba di RSUP, mama dan papa menemani pemeriksaan saya. Didapat memang lengan dan paha janin saya pendek, namun tulangnya tidak bengkok, dan dahi nya juga tidak menonjol. Ketuban sudah keruh dan taksiran berat anak 3400 gr. Posisi kepala janin belum turun sehingga saya disarankan untuk melahirkan secara seksio di RSUP. Dokter khawatir jika butuh nicu atau bedah anak sehingga saya disarankan untuk seksio di RSUP. Awalnya saya bersedia, namun sepulang dari rumah saya khawatir karena untuk seksio di RSUP perlu pemeriksaan yang rumit dan banyak sehingga memakan waktu sampai kira-kira minggu depannya lagi baru saya bisa ditindak. Selain saya, suami yang akan mendampingi saya selama perawatan dan anak yang nantinya dilahirkan harus di swab. Dan yang menunggui saya di RSUP hanya boleh 1 orang. Saya juga khawatir untuk seksio di RSUP karena ruangan disana yang setara dengan kelas BPJS saya diisi dengan 4 orang. Saya khawatir sehingga saya berfikir untuk seksio di RS tempat saya bekerja saja. 

Malam harinya, untuk mencari second opinion, saya kembali menemui praktek dr.E untuk USG 4D ditemani suami dan ipar saya yang kebetulan kenal dengan dr.E. Awalnya saya diam dan mendengarkan penjelasan dr.E namun ipar saya akhirnya bercerita tentang hasil pemeriksaan saya siang tadi bersama dr.R. Lalu setelah dr.E mengulang pemeriksaan, memang didapat lengan dan paha anak saya pendek dan tidak sesuai usia kehamilan. Lalu tiba-tiba dr.E mengatakan "jangan-jangan akondro lagi...". Saya bingung dan bertanya "Akondro apa dok?". dr.E membalas "pendek seperti Ucok Baba". Bagai disambar petir, saya dan suami pun saling bertatapan. Spontan saya menangis di ruangan itu namun dr.E mencoba menenangkan. "Sekarang dilahirkan saja, semoga saya dan dr.R salah. Jantung dan paru-parunya sudah matang kok untuk dilahirkan. Semoga ketika dilahirkan hasilnya baik-baik saja".

Besoknya saya kembali menemui dr.R dan kami sepakat untuk seksio dilakukan di RS tempat saya bekerja saja. Seksio dilakukan hari Senin setelah sholat zuhur. Tapi sebelumnya saya harus swab PCR dulu dengan hasil negatif. Saya mengikuti semua prosedur pemeriksaan hingga tibalah hari senin.

Hari itu, Senin 16 Agustus 2021 sekitar pukul 14:30 saya memasuki ruang operasi. Pukul 15:06 lahirlah anak pertama kami dengan berat 2700 gr dan panjang hanya 42 cm, jenis kelamin laki-laki dan apgar skor 7/8. Setelah lahir dilakukan pemeriksaan bayi baru lahir oleh petugas perinatologi dan diperiksa dokter residen anak, anak saya dinyatakan suspect CTEV karena telapak kakinya fleksibel, bisa miring seperti terbuka keluar. Setelah selesai operasi, saya akhirnya bertemu dengan anak saya dan mulai menyusuinya untuk pertama kali. Ternyata menyusui untuk pertama kali rasanya sakit namun sangat bahagia. Tak disangka anak yang saya bawa kemanapun di perut selama 9 bulan berwajah sangat tampan, dengan kulit yang merah dan rambut bagian tengah tipis dan bagian pinggir dekat telinga sudah panjang. Kami sekeluarga tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah atas kesehatan dan keselamatan kelahiran anak kami. Hari demi hari saya lalui di rumah sakit. Saya merasakan sakitnya disuntik, lepas infus, lepas kateter, belajar miring, belajar duduk dan akhirnya belajar berjalan. Sakit yang luar biasa saya rasakan sebagai seorang ibu. Alhamdulillah ASI pun lancar. Suami, orang tua saya dan keluarga suami bergantian datang dan memberi dukungan pada saya. Sampai akhirnya hari terakhir saya di rumah sakit, anak saya harus kontrol ulang ke spesialis ortopedi anak mengenai kaki anak saya.

Seminggu kemudian, saya dan anak saya kontrol ke rumah sakit. Saya buka perban dan anak saya ke spesialis ortopedi. Dokter mengatakan anak kaki anak saya memang masih lunak dan fleksibel, jadi sebaiknya kontrol 3 bulan lagi. Alhamdulillah saya bersyukur dan berdoa semoga semuanya baik baik saja. Selama perawatan dirumah Alhmadulillah suami dan orang tua saya sangat banyak membantu merawat saya dan anak. Namun masih ada yang menjanggal di hati. Kenapa ya dulu dokternya bilang akondro? Sejak saat itu saya pun mulai memperhatikan panjang kaki dan tangan bayi normal di internet dan mulai searching mengenai achondroplasia. Selama saya cuti melahirkan 40 hari, hati ini terus terasa mengganjal mengenai keadaan anak saya.

Hari itu Senin, tanggal 04 oktober 2021, saya mulai masuk kerja setelah 40 hari cuti. Setelah beberapa hari bertanya kepada senior mengenai anak, hari rabunya saya berinisiatif untuk bertanya kepada dokter anak di RS tempat saya bekerja mengenai keadaan anak saya. Beliau menganjurkan untuk membawa anak saya ke dokter spesialis anak bagian endokrin, bernama dr.RA. Sore harinya saat suami pulang, saya mengajak suami untuk membawa anak ke tempat praktek dr.RA. Saya, suami dan mama akhirnya bertemu dengan dr.RA. Setelah dilakukan pemeriksaan, dr.RA menjelaskan bahwa anak saya didiagnosa achondroplasia karena perbandingan tubuh bagian atas dan bawah terlalu jauh. Kaki dan tangan yang pendek dari seharusnya dan jari-jari tangan yang pendek dan mengembang seperti daun, dan tidak ada celah antar jari. Spontan saya dan suami kaget dan terdiam, kemudian saya bertanya kepada dokter, "Tapi dok, wajahnya tidak tampak seperti penderita akondro. Keningnya tidak menonjol, bagian hidung dan mulut juga tidak menjorok ke dalam, kepalanya juga tidak besar, kakinya juga tidak bengkok ataupun letter O seperti yang saya baca di internet buk". Dokter pun menjelaskan, "wajah bayi kita kan belum tau seperti apa, karena masih sangat kecil, masih 1,5 bulan. Kalau tulang bengkok, itu lain lagi penyakitnya. Jangan dibaca internet, kadang tidak semua informasi disana benar. Intiny sekarang jangan melihat sesuatu yang merusak suasana hati, karena masih ASI". Saya pun kembali bertanya, "Tapi dok, kami tidak punya keturunan keluarga yang menderita akondro...". Dokter pun kembali menjelaskan, "ini bukan penyakit keturunan, dari tadi saya kan tidak ada bilang ini penyakit keturunan. Ini murni rejeki nya, dari sekian banyak kelahiran, mungkin disinilah rejekinya. Sekarang yang paling penting rawat dia seperti bayi normal. Tetap beri ASI dan imunisasi. Anak tidak boleh naik ayunan, tidak boleh pake pampers dan tissu basah. Jemur bayi setiap pagi diatas jam 10 agar dapat sinar ultraviolet. Kontrol kembali 1x sebulan selama setahun, kita pantau perkembangannya. Jika perlu keadaan darurat mungkin akan dilakukan rontgen, namun tidak sekarang karena masih kecil". Lalu saya kembali bertanya, "apakah tidak ada obatnya buk?". Dokter kembali menjawab, "untuk sementara tidak ada, karena memang ini rejekinya, sekarang yang penting kita menghindarinya dari infeksi, terutama infeksi telinga". Setelah menangis beberapa saat saya dan suami pun keluar dari ruangan dokter. Sepanjang perjalanan sampai dirumah saya terus mengangis tak hentinya. Saya, mama, papa terus menangis setelah mendengar kondisi anak saya. Suami terus mencoba menenangkan namun saya tau hatinya pun pasti sedih. Anak pertama kami, cucu yang dinantikan, didiagnosa achondroplasia...

Sejak saat itu setiap hari, saya dan mama selalu menangis. Tak mengerti dan merasa seperti dunia tidak adil bagi kami. Saya terus mengingat kembali apa kesalahan yang saya lakukan selama hamil, apa kesalahan makanan yang saya makan selama hamil, namun tak saya temui. Semua yang saya lakukan normal-normal saja, yang saya makan pun biasa-biasa saja. Saya terus merasa bersalah. Pernah suatu subuh saya menangis sekencang-kencangnya dan meminta maaf kepada kedua orang tua karena melahirkan cucu yang tidak sempurna seperti kebanyakan orang. Saya juga meminta maaf kepada suami karena tidak melahirkan anak yang sempurna seperti anak lainnya. Tapi suami dan kedua orang tua saya mengatakan bahwa tidak ada yang salah, ini murni takdir dari Allah. Seperti kata dokter, mungkin memang ini rejeki anak saya. Suami saya selalu mendukung saya. Dia mengatakan bahwa kalau memang terjadi, kita harus ikhlas. Karena merawat anak yang berkebutuhan khusus pahalanya dijamin oleh Allah. Semoga anak kita menjadi anak soleh yang membawa kita ke surga nantinya. 

Hingga saat saya menulis ini, sudah lebih 2 bulan umur anak saya. Saya terus berdoa agar Allah merubah takdir anak saya, agar Allah mengangkat penyakit anak saya, agar Allah menumbuhkan kaki dan tangan anak saya sehingga bisa seperti anak lainnya. Tak lupa saya terus berdoa untuk anak saya dan keluarga kami agar kuat menghadapi cobaan. Kami tetap optimis bahwa suatu hari anak saya bisa seperti anak normal berkat mukjizat dari Allah.


Rabu, 20 Oktober 2021

MENIKAH

Halo sobat, Alhamdulillah tepat hari Sabtu tanggal 03 Oktober 2020 kami resmi menjadi sepasang suami istri. Setelah berbagai drama yang dihadapi sebelum menikah, Alhamdulillah semua dapat kami lalui. Beberapa hari sebelum menikah, abang sempat sakit. Saya cukup khawatir takut ada apa-apa karena hari pernikahan semakin dekat. Abang juga sempat saya beri infus demam untuk menurunkan panasnya karena kelelahan. Dari awal akad nikah hingga selesai Alhamdulillah semua proses berjalan dengan lancar. Dilanjutkan dengan siangnya acara Babako (keluarga Papa) saya datang untuk memberikan hadiah dan upacara selamatan. Dan semua pun lancar hingga sore harinya.

Keesokkan harinya, resepsi pernikahan pun terlaksana dengan lancar. Tamu-tamu hadir pun mulai dari keluarga, teman, saudara, dan semuanya pun hadir mengucapkan selamat kepada kami. Dan syukurnya semua yang terlibat mulai dari wedding organizer, catering, mc, musik dan tarian pun semuanya dapat terlaksana dengan lancar. Berikut beberapa foto mulai dari akad, acara babako, hingga resepsi. Saya dan keluarga besar ikut bersyukur dan berbahagia.

1. Akad Nikah

  









2. Babako






3. Resepsi




seminggu setelah resepsi di rumah saya, tepatnya hari Minggu tanggal 11 oktober 2020 kami juga melaksanakan resepsi di rumah suami saya.