Rabu, 20 Juli 2016

Kebidanan - Makalah Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
WHO, Setiap tahunnya, sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal dunia. Di Indonesia, dari seluruh kematian balita, sebanyak 38% meninggal pada masa BBL. Kematian BBL ini terutama disebabkan oleh prematuritas (32%), asfiksia (30%), infeksi (22%), kelainan kongenital (7%) dan lain-lain (9%), sumber WHO, 2007.
B.     Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan asfiksia dan bagaimanakah penatalaksanaannya pada kasus kegawatdaruratan ?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengatasi masalah kegawatdaruratan .











BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
B.     Prinsip dasar
·        Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut SKRT 2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh asfiksia dan angka kematian sekitar 41,94% di RS pusat rujukan provinsi.
·        Asfiksia perinatal dapat terjadi selama anterpartum, intrapartum maupun postpartum
·        Asfiksia selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kematian
C.     Langkah promotive dan preventive
Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan sebagai berikut :
·        Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas
·        Meningkatkan status nutrisi ibu
·        Manajemen persalinan yang baik dan benar
·        Melaksanakan pelayananneonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi yang baik dan benar yang standar
D.    Fisiologi pernafasan bayi baru lahir
Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam Rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrient dari ibu melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO2 ( karbondioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar.
Setelah lahir, bayi  tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan akan segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa saat sesudah bayi lahir paru harus segera terisi oksigen dan pumbuluh darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap okesigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
E.     Reaksi bayi pada masa transisi normal
Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru, sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri pulmonal dan menyebabkan arteriole berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriole pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah ateri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke organ tubuh yang palinag penting seperti otak, jantung, ginjal dan lain-lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan
F.      Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
G.    Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia
Pernafasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami nafas cepat ( rapis breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernafas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat ini frekuensi  jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan.
Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi akan melakaukan usaha nafas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian masuk kedalam priode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi janyung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong. Sehingga setiap menjumpai kasus degan apnu, hurus dianggap sebagi apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi.
H.    Penyebab asfiksia
Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh karena factor ibu, factor dan factor tali pusat atau plasenta
Factor ibu :
Keadaan ibu yang dapat mengakibatkan alira darah ibu melalui placenta berkurang, sehingga aliran  oksigen ke janin bekurang akibatnya akan mengakibatkan gawat janin dan akan berlanjut sebagai asfiksia BBL, antara lain :
·        Preeklamsi dan eklamsi
·        Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa dan sousio placenta)
·        Partus lama atau partus macet
·        Demam sebelum dan selama persalinan
·        Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC< HIV)
·        Kehamilan  lebih bulan ( > 42 minggu kehamilan )
Factor placenta dan tali pusat
Keadaan plasenta atau tali pusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui talipusat bayi
·        Infark placenta
·        Hematoma placenta
·        Lilitan tali pusat
·        Prolapses tali pusat
·        Tali pusat pendek
·        Simpul tali pusat
Factor bayi
Keadaan bayi yang dapat menagalami asfiksia walaupun kadang-kadang tanpa didahului tanda gawat janin:
·        Bayi kurang bulan / premature (>37 minggu kehamilan )
·        Air ketuban bercampur meconium
·        Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernafasan bayi


I.       Diagnosis
Anamnesia :
·        Gangguan atau kesulitan waktu lahir ( lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vacuum, forcep)
·        Lahir tidak  bernafas/menangis
·        Air ketuban bercampur meconium
Pemeriksaan fisik :
·        bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap
·        denyut jantung kurang dari 100x/menit
·        kulit sianosis pucat
·        tonus otot menurun
·        untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai skor APGAR
J.      Manajemen
Persiapan Resusitasi BBL
}  Persiapan yang diperlukan adalah :
a.       Persiapan  keluarga.
Bicarakan dengan keluarga mengenai  kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan, sebelum melakukan pertolongan persalinan
b.      Persiapan  tempat.
Meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi.
-         Gunakan ruangan yang hangat dan terang
-         Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, cukup keras, bersih, kering dan hangat, misalnya meja, dipan atau diatas lantai beralaskan tikar.
Sebaiknya dekat pemancar panas  60 cm (lampu 60 watt atau lampu petromak dengan jarak 60 cm dari meja resusitasi. Nyalakan lampu menjelang persalinan.
c.       Persiapan alat untuk resusitasi
Sebelum menolong persalinan, siapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, selain  menyiapkan alat-alat pertolongan persalinan, yaitu :
1.      Tiga (3) helai kain yang berguna untuk : kain 1 untuk mengeringkan badan bayi, kain ke 2 untuk menyelimuti bayi dan kain ke 3 untuk mengganjal bahu.
2.      Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet
3.      Alat ventilasi (Tabung dan sungkup dengan bantalan  udara untuk bayi cukup bulan atau prematur.
4.      Kotak alat resusitasi
5.      Sarung tangan
6.      Stetoskop
7.      Jam atau pencatat waktu.
d.      Persiapan diri Bidan
1.      Memakai alat pelindung diri pada saat menolong persalinan.
2.      Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum mencuci tangan.
3.      Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliserin.
4.      Mengeringkan dengan kain/tisu bersih
5.      Menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan
Keputusan Untuk Melakukan Resusitasi BBL
1.      Penilaian
Sebelum bayi lahir :
* Apakah kehamilan cukup bulan atau tidak?
* Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium (warna                                      kehijauan)?
Segera setelah bayi lahir :
* Menilai apakah bayi menangis atau  bernapas/ tidak megap-megap?
*Menilai apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
2. Keputusan
              Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
* Bayi tidak  cukup bulan dan atau
* Air ketuban bercampur mekonium dan atau
* Bayi megap-megap/ tidak bernapas dan     atau
* Tonus otot bayi tidak baik atau bayi lemas.

1.      Resusitasi
·        Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari:
ü  hangatkan bayi di bawah panas atau lampu
ü  posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
ü  isap lender dari mulut kemudian hidung
keringakan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering.
ü  Reposisi kepala bayi
ü  Nilai bayi : usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung
·        Bila bayi tidak bernafas lakukan ventilasi tekanan positif ( VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali per menit
·        Nilai bayi : usaha nafas , warna kulit dan denyut jantung
·        Bila belum bernafas dan denyut jantung, 60x /menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
·        Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
ü  Bila dengan jantung < 60x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi  dada
ü  Bila denyut jantung >60x/menit kompresi dada dihentikan , VTP dilanjutkan
·        Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi

K. Terapi medikamentosa
Epinefrin
Indikasi :
·        Denyut jantung bayi <60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons
·        Asistolik
Dosis : 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03mg/kgBB)
Cara : IV atau endotrakeal. Dapat diulang stiap 3-5 menit bila perlu

Cairan pengganti volume darah
Indikasi :
·        Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi
·        Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syock. Kliniis ditandai dengan adanya pucat, perfusi buruk,nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberiakan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
·        Larutan kristaloid yang  isotonis ( NaCl 0,9 % atau RL)
·        Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila fasilits tersedia.
Dosis : dosis awal 10ml/kgBB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukan respons klinis.
Bikarbonat
Indikasi :
Asidosis metabolik secara klinik ( nafas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat : bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis : 1-2 mg/kgBB atau 2 ml/KgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7,4%)
Cara : diencerkan dengan aquabides atau dektrose 5% sama banyak diberikan secara IV dengan kecepatan minimal 2 menit
Efek samping : pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak

L. Tindakan Setelah Resusitasi
Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan tindakan :
Pemantauan pasca resusitasi
Sering sekali bahwa setelah  dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi dianggap sudah baik dan tidak perlu dipantau, pada hal bayi masih mempunyai potensi atau resiko terjadinya hal yang fatal, misalnya hipoglikemia dan kejang. Untuk itu , pasca rsusitasi harus tetap dilakukan pengawasan sebagai berikut :
-          Bayi harus dipantau secara khusus :
·        Bukan dirawat secar rawat gabung
·        Pantau tanda vital : nafas, jantung, kesadaran dan produksi urin
·        Jaga bayi agar senantiasa hangat
·        Bila tersedia fasilitas , periksa kadar gula
·        Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
-          Berikan imunisasi hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan polio pada saat pulang
Kapan harus merujuk :
Rujukan paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu resiko tinggi atau komplikasi
Kapan menghentikan resusitasi :
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :
Bayi tidak bernafas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.

a)      Dekontaminasi, mencuci dan mesterilkan alat
b)      Membuat catatan tindakan resusitasi
c)      Keonseling pada keluarga





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan asfiksia merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang memerlukan penanganan lebih lanjut dan cepat. Maka penangan medis dan persiapan rujukan sangat diperlukan untuk menangani masalah asfiksia.
















DAFTAR PUSTAKA
Dr. Waspodo,Djoko SpOG(K), dkk. Pelatihan pelayanan obstetri neonatal emergency dasar. Depkes RI. 2005. Jakarta.

JNPK-KR/POGI. Pelatihan asuhan persalinan normal. Revisi 2007.JHPIEGO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar